Di masa lalu keberadaan wanita sering dianggap rendah oleh banyak orang. Wanita sering dianggap sebagai golongan kelas rendah, karena tidak bisa melakukan apa-apa di masa lalu. Wanita hanya dijadikan sebagai budak dan pemuas birahi para lelaki yang menjadi penguasa kala itu. Hampir tidak ada kesetaraan dan kebebasan yang layak bagi para wanita yang hidup di masa lalu.
Hanya sedikit wanita yang bisa menjelma menjadi wanita yang begitu di hormati dan disegani di masa lalu. Itupun adalah wanita yang memang terlahir langsung dari para penguasa. Namun dalam beberapa kasus ternyata di masa lalu ada beberapa sosok wanita biasa yang menjelma menjadi wanita yang memiliki pengaruh besar bagi kerajaan.
Dalam sejarahnya dikatakan jika wanita-wanita biasa tersebut memiliki kecantikan yang sangat begitu luar biasa. Yang pada akhirnya para penguasa kala itu terpikat, bahkan ada yang menjadikan mereka sebagai permaisuri menggantikan istri-istri mereka terdahulu. Ada pula wanita-wanita tersebut yang dijadikan sebagai umpan untuk meruntuhkan dan menghancurkan sebuah kerajaan.
Berikut adalah Lima wanita cantik yang memiliki pengaruh besar di masa lalu :
Xi Shi
Xi Shi merupakan salah satu dari empat wanita tercantik Tiongkok di penghujung Zaman Musim Semi dan Gugur. Tiga wanita lainnya adalah Wang Zhaojun dari Dinasti Han, Diaochan dari masa Tiga Kerajaan, dan Yang Guifei dari Dinasti Tang.
Xi Shi merupakan anak pedagang teh di Zhuji, ibukota negara Yue pada Zaman Musim Semi dan Gugur. Legenda mengatakan kecantikannya begitu luar biasa hingga ikan-ikan menyembunyikan diri karena malu dan burung bangau jatuh karena terpesona.
Kecantikan Xi Shi dimanfaatkan sebagai alat balas dendam oleh Raja Yue, Gou Jian yang negaranya ditaklukkan oleh Wu. Dia sengaja mengirim Xi Shi sebagai upeti untuk Fuchai, pangeran Wu. Tujuannya adalah untuk membuat Fuchai jatuh cinta dan melupakan negara.
Taktik ini terbukti berhasil. Fuchai begitu terlena oleh pesona Xishi hingga kerajaannya terbengkalai dan bisa ditaklukkan oleh Yue dengan mudah. Setelah kematian Fuchai, Xi Shi menghilang dan hidup bahagia dengan Fan Li, mantan jenderal Yue yang dulu bertugas mengantarkan Xi Shi ke Wu.
Ono no Komachi
Ono no Komachi adalah penyair waka terkenal dalam sejarah Jepang. Dia termasuk salah satu Rokkasen, enam penyair waka terbaik dari periode Heian.
Menurut Gotterdammerung.org, Ono no Komachi digambarkan memiliki kecantikan tak tertandingi hingga para bangsawang jatuh hati kepadanya. Kisah asmaranya yang paling terkenal adalah dengan Fukakusa no Shosho. Sayangnya Ono no Komachi mematahkan hati banyak pria sehingga dia dihukum menjadi perawan tua sampai akhir hayat.
Legenda menyebutkan Ono no Komachi memiliki kecantikan langka. Dia merupakan perwujudan Akita Bijin, karakteristik wanita cantik yang dimiliki para wanita dari prefektur Akita, tempat lahir Ono no Komachi. Ono no Komachi digambarkan memiliki kulit putih bersih, wajah bulat, alis lurus, hidung kecil, kelopak mata ganda, dan mulut kecil dengan bibir penuh. Selain kecantikannya, dia juga dikenal piawai memainkan alat musik tradisional dan menggubah syair-sayir indah.
Amrapali
Amrapali adalah nagarvadhu (wanita penghibur kerajaan) dari Vaishali, India kuno. Amrapali hidup sekitar tahun 500 SM. Dia sudah dinobatkan sebagai wanita tercantik di negerinya sejak usia 11 tahun.
Amrapali tumbuh menjadi seorang wanita dengan kecantikan luar biasa. Banyak bangsawan muda yang menginginkannya. Untuk menghindari pertumpahan darah, Amrapali pun dipaksa menjadi seorang nagarvadhu.
Suatu ketika Manudev, salah satu penguasa di Vaishali yang berasal dari klan Lichchavi jatuh cinta kepada pesona dan bakat menari Amrapali. Dikuasai oleh hasrat, Manudev membunuh calon mempelai Amrapali dan memboyong sang dara jelita. Dia memberikan gelar Janpath Kalyani kepada Amrapali.
Janpath Kalyani adalah istilah yang diberikan untuk gadis paling cantik dan berbakat dari kerajaan. Dengan kata lain, Janpath Kalyani adalah pelacur kelas atas yang dinobatkan secara resmi oleh kerajaan.
Maria Gunning, Countess of Coventry
Countess of Coventry dikenal sebagai sosialita paling dipuja di Inggris pada abad 18. Jill Tovey, pengelola Croome, properti yang sempat dimiliki keluarga Coventry menjabarkan kecantikan sang countess yang tiada tara.
"Kami dengar dia begitu cantik, kerumunan orang berdiri di Hyde Park London hanya untuk melihat dia lewat dan tak jarang yang sampai pingsan karena kagum.
Dilansir DailyMail, kabarnya Gunning sampai harus mendapat pengawalan kerajaan saat berjalan-jalan di Hyde Park. Pasalnya banyak orang berkerumun untuk sekadar mengagumi kecantikannya dari dekat. Konon seorang pembuat sepatu di Worcester mendapat cukup banyak uang dengan menarik biaya kepada orang-orang hanya untuk melihat sepatunya.
Menurut buku Some Old Times Beauties oleh Thomas Willing, Maria Gunning, Duchess of Coventry tadinya adalah seorang aktris teater, sebelum berhasil masuk ke lingkup pergaulan bangsawan London.
Dia berhasil menaklukkan hati Earl of Coventry dan menjadi istrinya. Sayangnya sang countess meninggal di usia muda, 27 tahun karena keracunan darah. Biang keladinya adalah bedak berbahan timbal yang dipakai Gunning selama bertahun-tahun.
Jang Hui-bin
Jang Hui-bin adalah selir dari masa Dinasti Joseon Korea. Dia sempat menjadi selir kesayangan Raja Sukjong sekaligus perempuan paling berpengaruh di istana pada masa itu.
Jang Hui-bin yang bernama asli Jang Ok-Jeong disebut-sebut sebagai salah satu wanita tercantik pada era Joseon. Bahkan kecantikannya yang luar biasa disebutkan dalam manuskrip sejarah Annals of Joseon Dinasty.
Jang awalnya hanya dayang biasa di istana ibusuri. Namun berkat kecantikan dan kecerdasannya dia memperoleh posisi yang lebih tinggi dengan cepat. Setelah Sukjong melihatnya untuk pertama kali, sang raja langsung jatuh hati dan segera memberikan gelar sanggoong (dayang favorit raja). Pada tahun 1686, dia diangkat menjadi selir dengan gelar Suk-Won. Dua tahun berikutnya dia diangkat menjadi selir So-Ui dan Bin. Kata Hui dari namanya berarti 'jelita'.
Jang sempat pula menjadi permaisuri resmi kerajaan, sebelum posisinya diturunkan kembali oleh Sukjong yang merasa kekuasaan Jang dan para sekutunya dari faksi Namin terlalu berkuasa.